Dalam perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), apabila pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) maka ia wajib memberikan kompensasi kepada karyawan bersangkutan. Selain pesangon dan uang penggantian hak, karyawan juga berhak menerima uang penghargaan masa kerja (UPMK).
Pemberian UPMK diatur dalam Pasal 156 ayat (1) UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 berikut:
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
Sama seperti pesangon karyawan di-PHK, UPMK merupakan hak pekerja yang hanya timbul apabila terjadi PHK. Selama masih dipekerjakan oleh perusahaan, karyawan tidak berhak mendapat kompensasi ini.
Tujuan pemberian UPMK adalah sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap penghidupan karyawannya yang tidak lagi mendapat upah setelah PHK. Uang kompensasi tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga karyawan, sampai mereka mendapatkan pekerjaan lagi.
UPMK dihitung menggunakan upah karyawan dan didasarkan atas masa kerja. Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan kompensasi ini adalah upah pokok dan segala tunjangan yang bersifat tetap.
Jadi, besaran kompensasi UPMK berbanding lurus dengan besaran upah (golongan jabatan) dan lamanya masa kerja karyawan di perusahaan bersangkutan. Semakin besar upah dan semakin lama bekerja, maka semakin besar UPMK yang diterima. Berikut ketentuan UPMK berdasarkan Pasal 156 ayat (3):
Masa Kerja | UPMK |
3 tahun ≤ masa kerja < 6 tahun | 2 bulan upah |
6 tahun ≤ masa kerja < 9 tahun | 3 bulan upah |
9 tahun ≤ masa kerja < 12 tahun | 4 bulan upah |
12 tahun ≤ masa kerja < 15 tahun | 5 bulan upah |
15 tahun ≤ masa kerja < 18 tahun | 6 bulan upah |
18 tahun ≤ masa kerja < 21 tahun | 7 bulan upah |
21 tahun ≤ masa kerja < 24 tahun | 8 bulan upah |
24 tahun ≤ masa kerja | 10 bulan upah |
Namun, perhitungan ini tidak berlaku untuk semua jenis PHK, atau tergantung pada alasan yang melatari keputusan PHK. Misalnya, apabila pekerja diberhentikan oleh perusahaan karena melakukan kesalahan berat, atau karena mangkir kerja 5 hari atau lebih berturut-turut dan perusahaan sudah menempuh prosedur pemanggilan dua kali secara patut dan tertulis, maka karyawan tidak berhak atas UPMK.
Baca Juga: Cara Menghitung Uang Pesangon Karyawan Saat di-PHK Sesuai Undang-Undang
Sedangkan berakhirnya hubungan kerja karena pekerja meninggal dunia atau pensiun, maka kompensasi ini diberikan sebesar 1 bulan upah. Berikut ketentuan besaran UPMK untuk beberapa kasus PHK yang dirangkum dari UU Ketenagakerjaan:
Alasan atau penyebab PHK | Kompensasi UPMK |
Karyawan melakukan kesalahan berat | Tidak berhak |
Karyawan mangkir kerja | Tidak berhak |
Karyawan melakukan tindak pidana | 1 bulan upah |
Karyawan menerima surat peringatan (SP) | 1 bulan upah |
Karyawan meninggal dunia | 1 bulan upah |
Karyawan pensiun normal | 1 bulan upah |
Karyawan sakit berkepanjangan | 1 bulan upah |
Karyawan mengajukan permohonan PHK ke LPPHI | 1 bulan upah |
Perubahan status perusahaan, dan karyawan menolak bekerja di perusahaan bersangkutan | 1 bulan upah |
Perubahan status perusahaan, dan perusahaan menolak mempekerjakan karyawan bersangkutan | 1 bulan upah |
Perusahaan tutup | 1 bulan upah |
Perusahaan melakukan efisiensi | 1 bulan upah |
Perusahaan pailit | 1 bulan upah |
Bagaimana dengan berakhirnya hubungan kerja karena karyawan mengundurkan diri (resign) dari atas kemauan sendiri? Ini merupakan bentuk PHK sukarela, yang mana hak-hak yang diperoleh karyawan juga berbeda dari PHK oleh pengusaha.
Perusahaan tidak wajib memberikan UPMK kepada karyawan resign, tetapi wajib memberikan uang penggantian hak dan uang pisah. Dasar hukumnya adalah Pasal 162 ayat (1) dan (2) berikut:
- Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
- Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Kesimpulannya, UPMK adalah hak karyawan yang wajib dibayar oleh pengusaha saat terjadi PHK, tetapi tidak wajib apabila PHK terjadi karena karyawan melakukan keselahan berat, karyawan mangkir kerja 5 hari atau lebih berturut-turut, atau karyawan mengundurkan diri atas kemauan sendiri.
Sebagai catatan, UU Ketenagakerjaan memang tidak mengatur besaran uang pisah untuk karyawan mengundurkan diri. Namun, berdasarkan sejumlah putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), uang pisah dihitung sebagaimana UPMK, yakni beridasarkan masa kerja.
Baca Juga: 10 Panduan Bisnis tentang Aturan Ketenagakerjaan di Indonesia
Menghitung masa kerja karyawan bisa dilakukan dengan mudah menggunakan Gadjian. HR software canggih berbasis cloud ini dilengkapi dengan fitur analisis karyawan online, sehingga dapat menghitung masa kerja karyawan secara otomatis. Tidak hanya untuk perhitungan uang pisah, data mengenai masa kerja karyawan juga berguna untuk banyak hal, misalnya pemberian tunjangan hari raya (THR) keagamaan, pemberian cuti besar (istirahat panjang), serta perpanjangan atau pembaruan kontrak PKWT.
Gadjian sangat andal untuk menghitung upah karyawan secara otomatis, mengelola cuti karyawan melalui cuti online, serta menghitung sisa cutinya secara secara real time. Admin HR tak perlu repot membuat rekap cuti karyawan dengan Excel.
Aplikasi HRIS ini juga pintar menghitung iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan karyawan, serta pajak penghasilan karyawan PPh 21 yang rumit, dan memotongnya dari upah di slip gaji online. Jadi, apabila kamu mencari HR software dan payroll software dalam satu aplikasi, maka kamu perlu mencoba Gadjian yang praktis dan efisien.