Banyak kasus hukum perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melibatkan status karyawan yang membingungkan. Buruh yang diberhentikan menuntut uang pesangon, namun perusahaan menolaknya karena menganggap status mereka adalah pekerja harian lepas yang bekerja tidak setiap hari, sehingga tidak berhak atas pesangon.
Karena tidak ada bukti perjanjian secara tertulis mengenai hubungan kerja harian lepas, hakim pengadilan hubungan industrial akhirnya memutus bahwa status pekerja adalah PKWTT dan pengusaha diwajibkan membayar pesangon sesuai UU. Dasar hukumnya adalah Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
Jadi, apakah pesangon karyawan harian lepas wajib diberikan perusahaan atau tidak?
Untuk menjawabnya, perlu diketahui lebih dulu ketentuan mengenai pekerja harian atau pekerja lepas. Pada dasarnya, jenis pekerjaan harian lepas termasuk PKWT. Syaratnya adalah pekerjaan tertentu dengan waktu dan volume berubah-ubah, upah didasarkan kehadiran, bekerja kurang dari 21 hari sebulan.
Kepmenakertrans No 100 Tahun 2004, Bab V Perjanjian Kerja Harian atau Lepas, Pasal 10, menerangkan hal itu secara jelas:
- Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan perjanjian kerja harian atau lepas.
- Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 hari dalam 1 bulan.
- Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 hari atau lebih selama 3 bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT.
Selanjutnya, Pasal 11 menerangkan bahwa perjanjian kerja harian lepas yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) dikecualikan dari ketentuan jangka waktu PKWT pada umumnya. Artinya, PKWT untuk pekerjaan harian lepas tidak menerapkan jangka waktu PKWT 2 tahun dan perpanjangan 1 tahun, sebab karyawan tidak bekerja secara terus-menerus setiap bulannya. Misalnya, pekerja hanya bekerja 7 hari, 10 hari, atau 15 hari dalam sebulan.
Baca Juga: Bagaimana Jika Kontrak PKWT Dibuat 3 Tahun Sekaligus?
Namun, seperti PKWT umumnya, perjanjian kerja harian lepas tetap wajib dibuat secara tertulis, tidak bisa secara lisan, dan didaftarkan ke instansi ketenagakerjaan setempat (Disnaker) paling lambat 7 hari sejak karyawan dipekerjakan. Pasal 12 menjelaskan demikian:
- Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh pada pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 wajib membuat perjanjian kerja harian lepas secara tertulis dengan para pekerja/buruh.
- Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibuat berupa daftar pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 sekurang-kurangnya memuat:
a. Nama/alamat perusahaan atau pemberi kerja
b. Nama/alamat pekerja/buruh
c. Jenis pekerjaan yang dilakukan
d. Besarnya upah dan/atau imbalan lainnya
3. Daftar pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak mempekerjakan pekerja/buruh.
Selanjutnya, Bab VII Perubahan PKWT menjadi PKWTT, Pasal 15 ayat (1), menyebutkan PKWT yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dan huruf latin berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja. Pasal 15 ayat (5) menjelaskan dalam hal pengusaha mengakhiri hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan hubungan kerja PKWT sebagaimana dimaksud ayat (1), maka hak-hak pekerja/buruh dan prosedur penyelesaiannya dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan bagi PKWTT.
Sampai di sini cukup jelas bahwa pekerjaan harian lepas PKWT dapat berubah menjadi PKWTT menurut Kepmenakertrans, apabila memenuhi salah satu kondisi berikut:
a. Karyawan bekerja 21 hari atau lebih selama 3 bula n berturut-turut atau lebih (Pasal 10), atau
b. Perjanjian kerja tidak dibuat tertulis dengan bahasa Indonesia dan huruf latin (Pasal 15)
Jika demikian, status pekerja juga berubah menjadi karyawan tetap, sekalipun mereka dipekerjakan dan dibayar dengan perhitungan harian. Konsekuensinya, seperti ketentuan di atas, apabila pengusaha melakukan PHK, maka karyawan tersebut berhak memperoleh pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak, seperti yang diterangkan dalam UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 Pasal 156 ayat (1). Perhitungan uang pesangon seperti berikut:
Masa Kerja | Pesangon |
Masa kerja < 1 tahun | 1 bulan upah |
1 tahun ≤ masa kerja < 2 tahun |
2 bulan upah |
2 tahun ≤ masa kerja < 3 tahun |
3 bulan upah |
3 tahun ≤ masa kerja < 4 tahun |
4 bulan upah |
4 tahun ≤ masa kerja < 5 tahun |
5 bulan upah |
5 tahun ≤ masa kerja < 6 tahun |
6 bulan upah |
6 tahun ≤ masa kerja < 7 tahun |
7 bulan upah |
7 tahun ≤ masa kerja < 8 tahun |
8 bulan upah |
8 tahun ≤ masa kerja |
9 bulan upah |
Cara menghitung upah sebulan karyawan yang dibayar harian diatur dalam Pasal 157 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, yaitu upah sebulan sama dengan 30 kali penghasilan sehari.
Sebaliknya, apabila pekerjaan harian lepas sesuai dengan ketentuan PKWT yang diatur Kepmenakertrans No 100 Tahun 2004 di atas, maka karyawan tetap berstatus PKWT. Jika dalam hal ini pengusaha melakukan PHK, maka karyawan tidak berhak mendapatkan pesangon, melainkan ganti rugi sebagaimana diterangkan Pasal 62 UU Ketenagakerjaan berikut:
Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
Dengan demikian, kesimpulannya, pekerja harian lepas adalah karyawan PKWT sehingga tidak berhak atas pesangon saat PHK. Namun, jika perusahaan melanggar ketentuan PKWT di Kepmenakertrans No 100/2004 maka otomatis status karyawan harian lepas berubah menjadi PKWTT, meski tetap diupah berdasarkan satuan hari, dan berhak atas pesangon yang dihitung berdasarkan gaji karyawan.
Baca Juga: Begini Cara Menghitung THR Karyawan Harian Lepas
Menghitung gaji karyawan harian setiap bulan dapat kamu lakukan secara manual, namun menghabiskan banyak waktu, terlebih jika perusahaanmu mempekerjakan banyak karyawan harian lepas. Ada cara yang lebih efisien dan efektif, yakni menggunakan Gadjian. Aplikasi software gaji ini dapat menghitung gaji karyawan harian lepas yang didasarkan pada satuan hasil (produksi) maupun satuan waktu, misalnya guru les yang dibayar per jam.
Gadjian merupakan aplikasi payroll berbasis cloud terbaik di Indonesia yang menggunakan sistem hitung gaji online untuk menghitung penggajian karyawan yang melibatkan banyak komponen, seperti beragam tunjangan (tetap dan tidak tetap), lembur, BPJS, dan PPh 21. Perhitungan gaji yang rumit dan lama menjadi mudah dan cepat dengan Gadjian.
Kelebihan aplikasi ini selain praktis juga aksesnya yang sangat fleksibel. Kamu dapat menyelesaikan perhitungan gaji karyawan dengan Gadjian kapan pun dan di mana pun secara online. Tidak hanya menghemat waktu kerjamu, Gadjian juga menghemat biaya kelola administrasi karyawan di perusahaanmu hingga puluhan juta setahun.