Bagaimana cara kontraktor mengevaluasi proyek konstruksi yang telah mereka selesaikan? Apa saja parameter penting untuk menyimpulkan bahwa pekerjaan mereka sukses?
Dalam bisnis jasa konstruksi, sebuah proyek tidak hanya dinilai berdasarkan pada aspek bangunan fisik sebagai hasil akhir, tetapi juga melibatkan penilaian lain yang lebih kompleks.
Ada sejumlah indikator kinerja yang umum dijadikan standar keberhasilan sebuah proyek. Beberapa di antaranya adalah ketepatan waktu, efisiensi anggaran, keselamatan kerja, kualitas pekerjaan, kepuasan klien, dan ROI. Nah, untuk mengukur kinerja tersebut, manajer proyek akan membuat KPI perusahaan kontraktor dengan metrik yang spesifik sesuai sasaran.
Mari kita akan bahas apa saja KPI perusahaan konstruksi dan contohnya. Namun, perlu diingat kembali bahwa KPI merupakan alat untuk mengukur kinerja organisasi, tim, maupun individu. Jadi, ada KPI perusahaan dan KPI karyawan untuk tujuan penilaian yang berbeda.
Contoh KPI Biaya dan Waktu
Dalam sebuah proyek, biaya dan waktu merupakan dua faktor penting yang memengaruhi kinerja anggaran. Karena itulah, perencanaan, pengukuran, dan evaluasi diperlukan agar tidak terjadi pemborosan yang menyebabkan over budget.
Salah satu metode populer dalam pengendalian biaya dan waktu adalah Earned Value Analysis atau Analisis Nilai Hasil, dengan melibatkan indikator berikut:
- Earned Value (EV) atau Budgeted Cost of Work Performed (BCWP) — nilai pekerjaan konstruksi yang telah diselesaikan.
- Planned Value (PV) atau Budgeted Cost of Work Scheduled (BCWS) — biaya yang direncanakan dengan memperhitungkan jadwal (waktu) penyelesaian pekerjaan.
- Actual Cost (AC) atau Actual Cost of Work Performance (ACWP) — jumlah biaya aktual atau anggaran yang dibelanjakan untuk pekerjaan yang telah diselesaikan.
a. Cost Variance (CV)
CV atau Varian Biaya adalah metrik yang mengukur kinerja anggaran dengan menghitung selisih antara nilai pekerjaan (EV) dengan biaya aktual (AC). Rumusnya seperti di bawah:
CV = EV — AC
Nilai CV di bawah 0 berarti terjadi pemborosan (cost overrun), sedangkan nilai lebih dari 0 berarti terjadi penghematan (cost underrun). Jika nilainya sama dengan 0 berarti proyek telah sesuai rencana.
b. Cost Performance Index (CPI)
CPI atau Indeks Kinerja Biaya merupakan metrik untuk mengukur efisiensi biaya — seberapa besar perusahaan bisa melakukan penghematan dalam pekerjaan. Metrik ini merupakan rasio nilai pekerjaan (EV) atas biaya aktual (AC).
CPI = EV / AC
Apabila nilai CPI lebih dari 1 maka proyek berjalan efisien. Sebaliknya, jika nilainya kurang dari 1 maka terjadi pemborosan dalam pengerjaan proyek. Nilai sama dengan 1 berarti proyek berjalan sesuai anggaran.
c. Scheduled Variance (SV)
SV atau Varian Jadwal digunakan untuk mengukur seberapa tepat pekerjaan berlangsung sesuai jadwal dan biaya yang direncanakan. Metrik ini menghitung selisih antara nilai pekerjaan (EV) dengan biaya yang direncanakan (PV).
SV = EV — PV
Apabila nilai SV kurang dari 0, maka pekerjaan molor dari jadwal (schedule overrun). Jika nilainya 0, maka pekerjaan sesuai jadwal. Sedangkan jika nilainya lebih dari 0, maka pekerjaan lebih cepat dari jadwal (schedule underrun).
Baca Juga: Contoh KPI Customer Service dan Cara Membuatnya
d. Schedule Performance Index (SPI)
Selain SV, efisiensi waktu dalam penyelesaian proyek juga dapat diukur dengan metrik SPI atau Indeks Kinerja Jadwal. Jika SV merupakan selisih antara nilai pekerjaan (EV) dan biaya yang direncanakan (PV), maka SPI merupakan rasio EV terhadap PV.
SPI = EV / PV
Jika nilai SPI kurang dari 1, maka proyek terlambat yang berarti pembengkakan biaya. Jika nilainya 1 berarti proyek sesuai jadwal. Sedangkan jika nilainya lebih dari 1 maka proyek selesai lebih cepat dari jadwal.
Contoh KPI Kualitas
Selain aspek biaya dan waktu yang berhubungan dengan kinerja anggaran, keberhasilan proyek konstruksi juga diukur dari kualitas pekerjaan. Indikatornya bisa mencakup produktivitas, penyelesaian proyek, dan kecacatan (defect) dalam konstruksi.
a. Downtime Rate
Downtime adalah waktu tidak produktif yang bisa disebabkan oleh berhentinya pekerjaan karena direncanakan maupun tidak direncanakan. Contohnya, kerusakan alat berat menyebabkan operasional berhenti atau kecelakaan kerja menyebabkan hilangnya waktu kerja. Jadi, Downtime Rate mengukur tingkat waktu henti dalam proyek konstruksi.
Downtime Rate = (Jumlah waktu henti / Total waktu kerja) x 100%
Idealnya, tingkat waktu henti mendekati 0%. Tetapi, umumnya perusahaan memberikan batas toleransi dalam KPI dengan angka rendah. Sebab, semakin tinggi downtime, berarti semakin banyak waktu terbuang yang bisa berdampak pada menurunnya produktivitas.
b. Project Completion Rate (PCR)
PCR atau Tingkat Penyelesaian Proyek merupakan metrik yang digunakan untuk mengukur seberapa besar volume pekerjaan yang telah diselesaikan dibandingkan dengan total pekerjaan yang telah direncanakan. Rumusnya seperti berikut:
PCR = (Pekerjaan yang selesai / Total Pekerjaan) x 100%
KPI ini membantu melacak progres pekerjaan. Pengukurannya tidak berdiri sendiri, melainkan dihubungkan dengan metrik waktu, sehingga dapat memberikan gambaran apakah kemajuan proyek sesuai dengan jadwal atau tidak.
c. Defect Rate
Defect Rate adalah tingkat kecacatan atau masalah yang ditemukan dalam inspeksi. Cacat pada hasil pekerjaan berarti tidak memenuhi standar kualitas yang direncanakan. Metrik ini mengukur kualitas pekerjaan dengan cara membandingkan jumlah cacat terhadap jumlah unit pekerjaan yang diselesaikan.
Defect Rate = (Jumlah cacat / Total Unit Pekerjaan) x 100%
Semakin rendah tingkat kecacatan konstruksi, maka semakin tinggi kualitasnya. Begitu pula sebaliknya, jika defect tinggi, berarti kualitas pekerjaan rendah, yang bisa disebabkan oleh masalah serius pada proses maupun bahan yang digunakan.
Contoh KPI HSE
Health, Safety, and Environment (HSE) juga menjadi tolok ukur keberhasilan sebuah proyek konstruksi. Indikatornya mencakup keselamatan dan kesehatan kerja (K3), serta aspek keberlanjutan atau dampak terhadap lingkungan.
a. Incident Rate (IR)
Incident Rate adalah tingkat kecelakaan kerja di lokasi proyek selama berlangsungnya pekerjaan. Metrik ini membantu menghitung persentase kecelakaan kerja yang menyebabkan hilangnya waktu kerja. Caranya adalah mengalikan jumlah insiden dengan 100, lalu dibagi dengan jumlah tenaga kerja.
IR = (Jumlah insiden x 100) / Jumlah tenaga kerja
Tenaga kerja yang cedera akibat kecelakaan kerja akan mengurangi waktu produktif. Jadi, semakin rendah jumlah insiden, maka semakin efisien pekerjaan.
b. Lost Time Injury Frequency Rate (LTIFR)
LTIFR merupakan metrik untuk menghitung jumlah jam kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja per 1.000.000 jam kerja orang dalam periode setahun. Perhitungan ini membantu kita mengetahui waktu tidak produktif karena frekuensi insiden.
LTIFR = (Jumlah kecelakaan kerja x 1.000.000) / Jumlah jam kerja orang
Sedangkan yang dimaksud jam kerja orang adalah jam kerja aktual — termasuk jam lembur — dikurangi jam absen dalam setahun. Semakin tinggi LTIFR, berarti semakin banyak jam kerja produktif yang hilang.
c. Sustainable Project Completion Rate (SPCR)
SPCR mengukur persentase proyek yang memenuhi standar berkelanjutan atau berwawasan lingkungan di perusahaan konstruksi. Metrik ini berupa rasio proyek berkelanjutan terhadap total proyek yang diselesaikan perusahaan, lalu dikalikan 100%.
Sustainable Project Complete Rate = (Proyek berkelanjutan / Total proyek) x 100%
Sejumlah klien melihat indikator ini untuk menilai sejauh mana komitmen kontraktor dalam menjalankan praktik jasa konstruksi ramah lingkungan.
Contoh KPI Kepuasan Klien
Dalam bisnis jasa konstruksi, kepuasan klien juga menjadi indikator utama kesuksesan proyek. Kepuasan klien yang tinggi akan menentukan hubungan jangka panjang dengan perusahaan kontraktor dan juga menaikkan tingkat retensi klien.
a. Client Satisfaction Rate
Indikator ini mengukur seberapa puas klien dengan hasil pekerjaan dan layanan yang diberikan oleh perusahaan kontraktor. Tingkat kepuasan klien bisa dihitung melalui jumlah feedback atau umpan balik dan ulasan positif dari klien.
Client Satisfaction Rate = (Jumlah feedback positif / Total feedback) x 100%
Angka kepuasan tinggi akan membantu perusahaan membangun reputasi, mendapatkan klien baru melalui referral, dan mempertahankan klien lama.
b. Client Retention Rate
Metrik ini mengukur tingkat retensi klien berdasarkan penggunaan jasa berulang untuk mengerjakan proyek konstruksi lainnya. Loyalitas klien merepresentasikan kepuasan mereka terhadap kualitas layanan perusahaan dan kesuksesan proyek sebelumnya.
Client Retention Rate = (Jumlah klien kembali / Total klien) x 100%
Selain contoh di atas, masih ada KPI lainnya yang umum digunakan oleh perusahaan konstruksi, misalnya KPI kinerja keuangan seperti Profit Margin Ratio (PMR) dan Return of Investment (ROI).
Contoh KPI Karyawan
Sekarang kita buat contoh KPI karyawan di perusahaan konstruksi. Karena KPI karyawan merupakan turunan dari KPI perusahaan, maka indikator penilaian KPI karyawan pun sama, namun dengan target individual.
Jika KPI perusahaan digunakan untuk evaluasi kinerja organisasi, maka KPI karyawan digunakan untuk evaluasi kinerja karyawan. Berikut ini contoh KPI karyawan Excel untuk manajer HSE (K3) di perusahaan konstruksi:
A | B | C | D | E | F | |
1 | Indikator KPI | Deskripsi Tugas | Target Per Tahun | Bobot Tugas (%) | Capaian Aktual | Skor KPI |
2 | Tingkat Kecelakaan Kerja | Jumlah kecelakaan kerja yang terjadi di lokasi proyek | 0 | 20 | 0 | 20.00 |
3 | Audit Keselamatan | Jumlah audit keselamatan yang dilakukan per tahun | 4 | 15 | 4 | 15.00 |
4 | Pelatihan Keselamatan | Jumlah jam pelatihan keselamatan yang diberikan kepada karyawan | 40 | 15 | 45 | 16.88 |
5 | Tingkat Kepatuhan HSE | Persentase kepatuhan terhadap prosedur HSE yang ditetapkan | 90% | 15 | 95% | 15.83 |
6 | Tindak Lanjut Temuan | Persentase temuan audit yang ditindaklanjuti dalam waktu yang ditentukan | 95% | 10 | 96% | 10.11 |
7 | Kepuasan Karyawan | Tingkat kepuasan karyawan terhadap program HSE yang diterapkan | 85% | 5 | 80% | 4.71 |
8 | Inisiatif Perbaikan HSE | Jumlah inisiatif atau program baru yang diusulkan untuk meningkatkan HSE | 4 | 5 | 7 | 8.75 |
9 | Laporan Insiden | Ketepatan waktu dalam menyusun dan melaporkan insiden HSE | 100% | 5 | 100% | 5.00 |
10 | Tingkat Pengurangan Risiko | Persentase pengurangan risiko yang teridentifikasi melalui analisis risiko | 20% | 5 | 21% | 5.25 |
11 | Keterlibatan di Komite HSE | Partisipasi dalam rapat dan kegiatan komite HSE | 90% | 5 | 89% | 4.94 |
12 | TOTAL | 100 | 106.46 |
Baca Juga: Contoh Rincian Slip Gaji Karyawan Swasta
Bagaimana cara menilai KPI karyawan seperti tabel Excel di atas?
Berdasarkan indikator KPI, kita lengkapi deskripsi tugas, bobot tugas, dan target yang harus dicapai oleh manajer HSE. Selanjutnya, kita masukan capaian aktual (E) secara manual, lalu kita hitung skor KPI (F). Contohnya seperti berikut:
- Baris 2 — Tidak ada kecelakaan kerja di tempat proyek selama 1 tahun bersangkutan. Maka capaian aktual (E2) adalah 0 atau memenuhi target. Lalu, kita hitung skor KPI (F2) dengan rumus =IF(E2=0,20,0) dan hasilnya adalah 20.
- Baris 4 — Capaian aktual jumlah jam pelatihan keselamatan kerja setahun (E4) 45 jam, sedangkan targetnya (C4) 40 jam dan bobot tugas (D4) 15%.
Skor KPI = (Capaian aktual / Target) x Bobot
Kita gunakan rumus =E4/C4*D4 sehingga hasilnya adalah 16,88.
- Dengan cara yang sama, kita bisa menghitung skor tiap indikator KPI, kemudian menjumlahkannya. Pada contoh di atas, total skor (F12) adalah 106,46 atau melampaui target kinerja tahunan.
Baca Juga: Cara Membuat KPI Karyawan dan Contoh Perhitungannya
Mengukur kinerja karyawan dengan aplikasi KPI online
Kini, kamu tak perlu lagi menyusun KPI dengan Excel dan menghitung dengan rumus yang merepotkan. Selain harus melakukan pembaruan data dan rekap, KPI manual juga tidak memungkinkan pelacakan real-time, sehingga tidak bisa mendeteksi masalah kinerja terkini.
Ada cara yang lebih praktis dan efisien, yaitu menggunakan Gadjian. Software payroll berbasis web terbaik di Indonesia ini punya fitur manajemen KPI karyawan, yang tersedia gratis untuk memudahkan kamu mengelola penilaian kinerja karyawan individual maupun tim secara lebih terstruktur dan objektif.
Dengan fitur ini, kamu bisa membuat template KPI yang intuitif, menyusun indikator, dan menetapkan target sesuai dengan jenis industri dan budaya perusahaan. Kamu bisa menerapkan model performance review komprehensif dengan menggabungkan penilaian dari diri sendiri, rekan kerja, tim, maupun atasan.
Karena berbasis cloud, data kinerja yang tersaji di dasbor aplikasi merupakan data real-time. Artinya, kamu bisa melacak kinerja karyawan, mengidentifikasi masalah, dan memberikan feedback untuk perbaikan saat itu juga tanpa perlu menunggu evaluasi di akhir periode.
Monitoring kinerja real-time membantu meningkatkan performa karyawan dalam mencapai target yang ditetapkan, dan pada akhirnya juga mendukung pencapaian sasaran yang lebih besar. Dengan begitu, Gadjian bisa membantu pencapaian tujuan perusahaan melalui manajemen kinerja yang terdokumentasi dengan baik.
Ingin memberikan reward atas kinerja terbaik karyawan berupa bonus tahunan atau kenaikan gaji? Hitung langsung dengan Gadjian. Aplikasi payroll online ini punya fitur kalkulator slip gaji yang bisa menghitung semua komponen penghasilan karyawan secara otomatis, dari mulai gaji pokok, tunjangan, lembur, BPJS, THR, bonus, sampai dengan potongan pajak PPh 21.
Dengan Gadjian, pekerjaan hitung payroll tiap bulan tidak lagi menjadi masalah. Aplikasi ini bisa menghitung gaji bulanan, mingguan, dan harian. Jadi, untuk jenis usaha konstruksi yang mempekerjakan tukang dan pekerja harian, Gadjian bisa menghitung upahnya.
Simak juga video youtube webinar Gadjian Academy seputar Cara Menyusun KPI Karyawan!