Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2017, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pekerja perempuan meningkat sebesar 2,33 persen menjadi 55,04 persen dari sebelumnya yaitu, 52,71 persen pada Februari 2016. Bahkan, menurut riset dari Grant Thornton tahun 2017, Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai peningkatan terbaik dalam hal jumlah perempuan yang menduduki posisi senior di perusahaan dengan peningkatan dari 24 persen di tahun 2016 menjadi 28 persen di tahun 2017.
Menurut data di atas, industri dan perekonomian Indonesia sangat bergantung pada kontribusi pekerja perempuan. Namun begitu, apakah hak-hak pekerja perempuan telah diperhatikan dengan baik? Apakah hukum ketenagakerjaan telah memberikan perlindungan yang memadai? Apakah pemerintah telah menunjukkan komitmen dalam menciptakan kesejahteraan pekerja perempuan?
Seperti diketahui, posisi pekerja perempuan juga sangat krusial dalam keluarganya. Sebagai seorang istri atau ibu, karyawati dihadapkan pada ‘pilihan’ atas keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga. Maka dari itu, beberapa cuti khusus diberlakukan untuk mereka agar dapat menjalankan peran yang dibutuhkan dalam keluarga.
Tak terkecuali cuti melahirkan. Di Indonesia, UU Ketenagakerjaan No. 13/2003 Pasal 82 Ayat 1 mengatur tentang hak cuti bersalin karyawati, sebagaimana disebutkan sebagai berikut:
“Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.”
Nah, apakah waktu total 3 (tiga) bulan ini merupakan waktu yang cukup untuk pemulihan ibu melahirkan? Mari kita simak perbandingan cuti melahirkan di negara-negara lain:
1. Finlandia
Para calon ibu di Finlandia mendapat cuti melahirkan sejak 7 minggu sebelum HPL (Hari Perkiraan Lahir). Setelah itu, pemerintah menetapkan cuti lanjutan selama 8-16 minggu, tergantung situasi sang ibu dan buah hati. Kedua orang tua dapat mengambil partial care leave ketika anak berusia tiga tahun hingga tingkat dua sekolah dasar. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan bonding antara orangtua dan anak.
2. Denmark
Pemerintah Denmark memberikan total 18 minggu cuti melahirkan yang umumnya terbagi menjadi: 4 minggu sebelum kelahiran dan 14 minggu setelah melahirkan. Jika dikehendaki, para ayah boleh mengambil cuti selama 2 minggu. Pemerintah juga memiliki landasan hukum yang menjamin cuti melahirkan sepanjang 52 minggu – meskipun pengupahan pekerja perempuan yang mengambil hak cuti ini dikembalikan lagi ke kebijakan perusahaan.
Baca Juga: Peraturan Cuti Melahirkan Bagi Ayah
3. Swedia
Beberapa tahun belakangan, Swedia memiliki gerakan yang disebut Swedish Dads. Seorang fotografer bernama Johan Bävman mendokumentasikan pengalaman ayah-ayah yang turut mengambil cuti melahirkan demi mendampingi ibu dan bayi. Hal ini merupakan bentuk kebahagiaan atas cuti melahirkan yang boleh dibagi antara ibu dan ayah. Pada dasarnya, karyawati mendapatkan 18 minggu cuti bersalin; karyawan memiliki jatah cuti sebanyak 90 hari; lalu keduanya boleh memilih untuk melanjutkan cuti hingga total 480 hari! Tentu ada konsekuensi, bagi siapa yang mengambil cuti tersebut secara penuh, mereka ‘hanya’ mendapatkan gaji sebesar 80%.
4. Belgia
Pemerintah Belgia mengizinkan ibu mengambil cuti melahirkan hingga 15 minggu. Selama 30 hari pertama setelah melahirkan, karyawati mendapatkan bayaran sebesar 80%; dan sebesar 75% untuk sisa cuti. Ayah mendapatkan jatah cuti selama 10 hari dengan bayaran penuh selama tiga hari pertama; dan 82% selama tujuh hari berikutnya. Sesudahnya, karyawati bisa mengambil part-time leave selama 8 minggu.
5. Hungaria
Karyawati di Hungaria mendapatkan cuti bersalin hingga 24 minggu dengan bayaran 70%; yang dapat dimulai sekitar empat minggu sebelum HPL. Suaminya mendapat cuti selama satu minggu dengan bayaran penuh. Setelah 24 minggu, kedua orangtua boleh mengambil 156 minggu jatah cuti gabungan; dimana mereka menerima gaji sebesar 70% untuk 104 minggu pertama, dan flat rate untuk sisanya.
Baca Juga: 4 Hak Pekerja Wanita yang Wajib HR Ketahui
Jika dibandingkan dengan negara-negara di atas, maka aturan cuti di Indonesia bisa jadi dinilai kurang menguntungkan bagi karyawati maupun suami. Maka dari itu, perusahaan-perusahaan berkembang mulai mengkaji ulang kebijakan tersebut dan memberikan kelonggaran bagi karyawan mereka. Bahkan, hal ini bisa menjadi salah satu strategi branding untuk merekrut talent terbaik.
Perusahaan Anda sedang mencoba membuat kebijakan cuti melahirkan yang lebih ramah? Tentu Anda membutuhkan sistem HRIS yang bisa mengakomodir pengajuan dan perhitungan cuti tersebut. Gadjian merupakan software HR dengan fitur lengkap; sehingga bisa membantu Anda dalam hitung gaji, terutama jika ada penyesuaian upah karena cuti.