Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah pendapatan yang dibebaskan dari pajak penghasilan (PPh 21). Direktorat Jenderal Pajak mengasumsikan dalam menghitung PTKP sebagai pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasar wajib pajak (dan keluarga) selama setahun, sehingga tidak dimasukkan dalam perhitungan PPh 21.
PTKP merupakan faktor pengurang terbesar dalam menghitung penghasilan kena pajak. Potongan PPh 21 karyawan di perusahaan Anda dihitung dari pendapatan neto setahun dikurangi PTKP, sebelum dikali lima persen.
Baca Juga: Subjek dan Objek Pajak Penghasilan PPh 21
Ketentuan dan Kategori Penghasilan Tidak Kena Pajak
Kementerian Keuangan menyesuaikan PTKP dengan kondisi perekonomian nasional, sehingga besarannya tidak selalu sama setiap tahun. Berikut contoh perubahan PTKP:
PTKP yang terakhir ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan adalah yang berlaku sebelum keluar peraturan baru. PTKP 2018 masih sama dengan PTKP 2016, yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Keuangan No 101/PMK.010/2016.
PTKP ditentukan berdasarkan status perkawinan dan jumlah tanggungan wajib pajak pemegang Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Kategorinya sebagai berikut:
Cara Menghitung PTKP
Dirjen Pajak menghitung satu keluarga sebagai satu kesatuan ekonomi dengan satu kepemilikan NPWP. Maksimal tanggungan yang dihitung dalam PTKP adalah 3 (tiga) anak, sekalipun jumlah anak lebih dari 3 (tiga) orang.
Dalam hal suami-istri bekerja dan keduanya memiliki NPWP karyawan, maka tanggungan dibebankan pada suami (dihitung K/0-K/3) sementara untuk istri berlaku TK/0 atau “dianggap” tidak kawin tanpa tanggungan. Misalnya, pasangan itu memiliki dua anak, berarti berlaku PTKP Digabung K/I/2 atau (K/2 +TK/0).
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.101/PMK.010/2016, PTKP untuk wajib pajak lajang adalah Rp 54.000.000. Jika kawin, ditambahkan Rp 4.500.000. Jika memiliki satu anak, ditambahkan lagi Rp 4.500.000 (maksimal tiga anak atau Rp 13.500.000).
Contoh:
- Edo adalah karyawan tidak menikah, maka berlaku PTKP TK/0 = Rp 54.000.000.
- Ia kemudian menikah, dan istrinya tidak bekerja, maka statusnya berubah menjadi K/0 (Rp 54.000.000 + Rp 4.500.000) = Rp 58.500.000.
- Edo kemudian punya satu anak, maka PTKP yang berlaku K/1 (Rp 54.000.000 + Rp 4.500.000 + Rp 4.500.000) = Rp 63.000.000.
- Istrinya kemudian bekerja di perusahaan lain untuk membantu Edo mencukupi kebutuhan rumah tangga, sehingga PTKP yang berlaku K/I/1 atau K/1 + TK/0 (Rp 63.000.000 + Rp 54.000.000) = Rp 117.000.000.
Baca Juga: Perhitungan Tarif Pajak PPh 21 TER dan Progresif
Bagaimana Menghitung PPh 21 untuk Penghasilan di bawah PTKP?
Jika gaji karyawan setahun lebih kecil atau sama dengan PTKP, maka pendapatannya tidak dipotong PPh 21.
Dalam kasus di atas, gaji Edo per bulan Rp 4.500.000 saat istrinya belum bekerja dan belum punya anak, maka gaji setahun Rp 54.000.000 atau di bawah PTKP K/0 (Rp 58.500.000), sehingga gajinya tidak dipotong PPh 21.
Namun beda halnya jika penghasilan karyawan di atas PTKP, maka perusahaan wajib memotong PPh 21.
Sebagai contoh, Edo pindah kerja ke perusahaan lain dengan gaji Rp 5.500.000 per bulan, sementara istrinya belum bekerja dan belum punya anak. Lalu, bagaimana menghitung PPh 21 untuk penghasilan di bawah PTKP?
Pengurang:
Biaya Jabatan (5%) = Rp 275.000
Iuran Pensiun = Rp 100.000
Total Pengurang = Rp 375.000
Penghasilan Neto Sebulan = Gaji – Total Pengurang
= Rp 5.500.000 – Rp 375.000
= Rp 5.125.000
Penghasilan Neto Setahun (12 x Rp 5.125.000) = Rp 61.500.000
PTKP Setahun (K/0)
WP pribadi = Rp 54.000.000
Tambahan karena menikah = Rp 4.500.000
PTKP Setahun = Rp 58.500.000
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto Setahun – PTKP Setahun
= Rp 61.500.000 – Rp 58.500.000
= Rp 3.000.000
PPh 21 Terutang
5% x Rp 3.000.000 = Rp 150.000
PPh 21 Setahun = Rp 150.000
PPh 21 Sebulan Rp 150.000 : 12 = Rp 12.500
Penggunaan PTKP Berdasarkan Aturan Terbaru Tahun 2024
Di tahun 2024, penggunaan PTKP dalam perhitungan PPh 21 mengalami penyesuaian. Di mana, untuk menghitung PPh 21 bulanan, PTKP tidak lagi digunakan sebagai pengurang.
Sebelumnya, sampai Desember 2023, perhitungan PPh 21 masa atau pajak bulanan masih dilakukan dengan mengenakan tarif progresif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh (yang diubah oleh UU HPP) terhadap penghasilan kena pajak (PKP), yaitu hasil pengurangan PTKP atas penghasilan neto.
Namun, per 1 Januari 2024, perhitungan PPh 21 bulanan dibuat lebih sederhana yaitu hanya dari penghasilan bruto karyawan dikalikan dengan tarif efektif rata-rata (TER) PP No 58 Tahun 2023.
Berikut gambaran perubahannya:
PPh 21 Masa 2023 | PPh 21 Masa 2024 |
Tarif Progresif x (Penghasilan Neto – PTKP) | Penghasilan Bruto x TER |
Yang menjadi catatan, meskipun PTKP tidak lagi digunakan sebagai pengurang dalam perhitungan PPh 21 bulanan, akan tetapi kita tetap menggunakan status PTKP karyawan untuk menentukan tarif efektif PP 58/2023 yang akan dikenakan atas penghasilan bruto. Berikut ketentuannya:
- TK/0, TK/1, K/0 dikenakan tarif efektif Kategori A
- TK/2, TK/3, K/1, K/2 dikenakan tarif efektif Kategori B
- K/3 dikenakan tarif efektif Kategori C
Tidak hanya itu saja, PTKP 2024 juga masih digunakan saat menghitung PPh 21 masa Desember.
Baca Juga: Lengkap, Daftar Tarif PPh 21 2024 Terbaru
Menghitung Penghasilan Tidak Kena Pajak Otomatis di Gadjian
Jika Anda tak ingin pusing menghitung dan menghadapi metode perhitungan pph 21, ada cara yang lebih mudah dengan menggunakan aplikasi hitung PPh 21 Gadjian.
Dengan memanfaatkan fitur PPh online, Gadjian menggunakan metode hitung Gross, Gross Up, dan Nett untuk membantu Anda menghitung PPh 21 online. Hasilnya secara otomatis akan muncul pada slip gaji karyawan. Anda tidak perlu lagi menyusun slip gaji karyawan dengan Excel yang cukup merepotkan.
Gadjian merupakan payroll software terlengkap, yang memiliki fitur Mandiri Cash Management (MCM)-Gadjian yang memudahkan Anda membayar seluruh gaji karyawan dengan satu kali klik, lebih mudah dan cepat dibanding cara pembayaran manual.
Sumber
PMK No. 101 Tahun 2016 tentang Penyesuaian Besarnya PTKP. JDIH Kemenkeu.
PP No. 58 Tahun 2023 tentang Tarif PPh 21 Orang Pribadi. JDIH Kemenkeu.