Salah satu hak dasar karyawan tetap di perusahaan tempatnya bekerja adalah cuti kerja. Hal ini diatur dalam Undang–Undang No. 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan pasal 79 ayat (2), yang menyebutkan bahwa seorang karyawan berhak untuk mendapatkan cuti minimal sebanyak 12 hari per tahun.
Namun dalam praktiknya, tidak semua yang memiliki hak tersebut memanfaatkannya. Bisa jadi karena tidak ada kepentingan yang mengharuskan untuk mengambil cuti atau memang merasa tidak butuh cuti.
Baca Juga: Jenis dan Hak Cuti Karyawan Menurut UU Terbaru
Pihak HRD dan manajemen kantor sendiri juga kebanyakan pasif dalam menanggapi hal ini dan justru dianggap sebagai ‘keuntungan’ karena berarti pekerjaan karyawan tersebut tidak akan terganggu akibat ditinggal cuti.
Padahal jika hal ini berlangsung lama, justru akan membawa efek buruk dan akan berimbas ke kinerjanya di kantor. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Hal ini karena cuti kerja tidak hanya sekadar tidak masuk kantor dan melakukan hal lain, tapi bisa dimanfaatkan untuk penyegaran diri dan pikiran.
Pentingnya Cuti Kerja bagi Karyawan
Setelah berkutat dengan berbagai deadline dan pekerjaan yang mengejar di setiap hari kerja, menjauh sebentar dari rutinitas dan tidak ‘bertemu’ dengan tugas-tugas seperti mengisi ulang baterai yang semakin habis isinya.
Belum lagi banyaknya waktu yang sudah mereka habiskan di kantor, sehingga untuk keluarga atau kehidupan sosial hanya tinggal sisa-sisanya saja. Bisa jadi, masalah bermunculan di lingkaran tersebut bukan? Hanya saja, karyawan tidak menyadari bahwa faktor-faktor di atas bisa mempengaruhi kinerja dan fokus mereka saat bekerja.
Apalagi, jika karyawan bekerja tanpa ada jeda dan mengambil banyak lembur, dampak yang paling terasa adalah di tubuh. Ketika karyawan jatuh sakit, ia malah tidak dapat masuk kantor dalam jangka waktu lama. HRD juga harus menanggung biaya pengobatannya. Semakin pelik bukan?
Baca Juga: Kalender Kerja 2022 untuk Memudahkan Kinerja Anda
HRD pun terkadang juga tidak menyadari hal tersebut. Oleh karena itu, upaya meningkatkan kualitas dan kinerja karyawan tidak hanya bisa diusahakan dari memberikan pelatihan dan motivasi.
Tapi juga memberikan mereka waktu untuk berhenti sejenak dari rutinitas. Meski tidak liburan ke mana-mana atau ada kepentingan, anjurkan karyawan untuk mengambil cuti kerja setelah kurva beban pekerjaannya meninggi.
Bisa dibilang, pemberian cuti setelah peak season ini semacam pendinginan setelah suasana ‘panas’ yang mereka rasakan sebelumnya. HRD juga bisa memberi anjuran, aktivitas apa yang bisa dilakukan saat cuti kerja.
Seperti memperbaiki kualitas dan kuantitas tidur; bertemu dengan keluarga; meningkatkan asupan makanan; melakukan hobi yang mereka suka; dan masih banyak lagi.
Dengan motivasi seperti ini, diharapkan karyawan kembali masuk kantor dengan kondisi tubuh yang bugar dan pikiran yang segar. Kinerja semakin membaik, perusahaan pun dapat mendulang keuntungan dari produktivitas yang meningkat.
Baca Juga: 5 Contoh Form Cuti Karyawan yang Wajib Diketahui
Kelola Cuti Karyawan Lebih Mudah dengan Gadjian
Nah, jika Anda takut pengelolaan cuti karyawan membebani pekerjaan Anda, aplikasi HRD Gadjian memiliki fitur aplikasi cuti online yang dapat mempermudah Anda dalam membuat pengajuan dan persetujuan cuti karyawan menjadi cepat, mudah dan hemat kertas.
Sistem pengajuan cuti karyawan di Gadjian yang fleksibel dapat mengakomodasi periode cuti individu dan periode bersama, termasuk sistem cuti carry-forward.
Pemanfaatan HR software yang praktis dapat menjadikan pekerja Anda tidak perlu ragu atau sungkan dalam mengurus cuti. Hal ini pun akan mendorong motivasi Anda sebagai HRD untuk mensosialisasikan hak cuti karyawan.