Prinsip perhitungan Take Home Pay (THP) adalah jumlah dari keseluruhan upah yang dibawa pulang oleh pekerja pada sebuah perusahaan. Rumus menghitung take home pay berangkat dari pengertian upah itu sendiri, yang disebutkan pada Pasal 1 Ayat 6 PP 35 Tahun 2021:
Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
Komponen Take Home Pay
Karena THP terdiri dari komponen yang berbeda dengan gaji, maka besaran take home pay adalah total dari keseluruhan gaji/upah dari pekerja/buruh, ditambah dengan pendapatan insidental, dan dikurangi oleh potongan atas kewajiban dari pekerja/buruh. Secara garis besar, cara menghitung take home pay adalah:
Take Home Pay = | (Pendapatan Rutin + Pendapatan Insidental) | – | (Potongan BPJS Ketenagakerjaan + PPh 21 + Potongan lainnya) |
Dengan rumusan di atas, maka pendapatan take home pay sudah terlepas dari tanggung jawab pekerja atas hal-hal yang perlu dibayarkan. Umumnya, iuran BPJS Ketenagakerjaan dan pembayaran PPh 21, serta potongan pinjaman karyawan sudah dihitungkan oleh Divisi HR, sehingga berapapun yang diterima oleh pekerja menjadi take home pay. Dengan demikian, jumlah take home pay bisa jadi berbeda tiap bulan tergantung pendapatan insidental dan potongan yang diberlakukan.
Hal ini yang kemudian menjadi tantangan bagi Divisi HR untuk mensosialisasikannya kepada pekerja/buruh; dikarenakan sebagian besar dari pekerja/buruh tidak memahami perbedaan antara upah, UMR/UMP, dan take home pay, belum lagi perhitungan bonus karyawan. Di bawah ini, kami jelaskan kembali mengenai Upah Minimum Provinsi.
Baca Juga: Sistem Penggajian dan Pengupahan Sesuai UU Terbaru
Ketentuan Upah Minimum Regional/Upah Minimum Provinsi
Istilah UMR (Upah Minimum Regional) diganti oleh Upah Minimum Provinsi atau UMP sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-226/Men/2000 tentang Perubahan Pasal 1, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 20 dan Pasal 21 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-01/Men/1999 tentang Upah Minimum (“Kepmenakertrans 226/2000”). Pasal I Kepmenakertrans 226/2000 menyatakan:
“Istilah ‘Upah Minimum Regional tingkat I (UMR Tk I)’ diubah menjadi ‘Upah Minimum Propinsi’.
Istilah ‘Upah Minimum Regional Tingkat II (UMR Tk II)’ diubah menjadi ‘Upah Minimum Kabupaten/Kota’…”
Sementara itu, menurut Pasal 88C UU No 6 Tahun 2023 Cipta Kerja, upah minimum ditentukan oleh Gubernur yang juga dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota. Upah minimum ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan Ketenagakerjaan yang bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik.
Pada pasal 88D dan 88E selanjutnya disebutkan bahwa formula penghitungan Upah minimum mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Upah minimum berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun pada perusahaan yang bersangkutan dan pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari Upah minimum.
Baca Juga: Contoh dan Jenis Sistem Upah di Indonesia
Ketentuan dan Komponen Upah
Sebelumnya perlu diketahui terlebih dahulu komponen upah. Berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang mengatur tentang upah minimum dan terdiri atas:
- Upah tanpa tunjangan;
- Upah pokok dan tunjangan tetap; atau
- Upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap.
- Upah pokok dan tunjangan tidak tetap
Baca Juga: Contoh Penyusunan Struktur dan Skala Upah 2023
Dengan pengertian sebagai berikut:
- Upah pokok: imbalan dasar yang dibayarkan kepada Pekerja/Buruh menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
- Tunjangan Tetap: pembayaran kepada Pekerja/Buruh yang dilakukan secara teratur. Tunjangan ini tidak berhubungan dengan kehadiran Pekerja/Buruh atau pencapaian prestasi kerja tertentu.
- Tunjangan Tidak Tetap: tunjangan ini bisa berkaitan secara langsung/tidak langsung dengan pekerja/buruh yang bersangkutan. Bentuk pemberiannya pun secara tidak tetap untuk pekerja/buruh dan keluarga yang bersangkutan. Berbeda dengan Tunjangan Tetap, pembayarannya dilakukan menurut satuan waktu yang tidak sama dengan Upah Pokok.
Mengacu pada wawasan di atas, sangat memungkinkan jika besaran upah, UMP, dan take home pay, yang diterima oleh pekerja/buruh berbeda-beda menurut ketetapannya masing-masing. Pada dasarnya, upah tidak boleh lebih kecil daripada UMP yang ditentukan oleh pemerintah propinsi setempat.
Upah juga diikat oleh struktur dan skala upah yang harus dibuat oleh perusahaan. Sementara potongan pada take home pay sangat bergantung pada Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Aplikasi Hitung Gaji Akurat
Rumitnya cara menghitung gaji karyawan tidak perlu sampai membuat Anda sebagai Divisi HR pusing tujuh keliling. Gadjian punya tips agar pembayaran gaji lebih efisien, apalagi kami dapat membantu menghitung komponen gaji pokok dengan lebih jelas.
Dengan menggunakan aplikasi Gadjian yang terintegrasi dengan aplikasi absensi karyawan Hadirr, perhitungan upah lembur yang termasuk ke dalam tunjangan tidak tetap karena dihitung berdasarkan satuan waktu menjadi sangat mudah dan efisien. Lembur karyawan akan langsung ter-input ke dalam database Gadjian dan ter-generate di slip gaji karyawan.
Dengan demikian, proses penentuan gaji menjadi lebih transparan dan hak pekerja/buruh dapat terpenuhi dengan baik. Gunakan HRIS atau aplikasi HRD Gadjian yang juga dapat digunakan sebagai aplikasi penggajian karyawan yang terbukti telah menolong berbagai perusahaan berkembang di Indonesia. Silakan hubungi tim Gadjian untuk informasi lengkapnya dengan mengklik tombol dibawah ini: