Peraturan Potong Gaji Karena Sakit bagi Karyawan

Potong Gaji Karena Sakit

Peraturan Potong Gaji Karena Sakit bagi Karyawan – Apakah karyawan yang sakit dan tidak masuk kerja tetap mendapat upah? Ataukah perusahaan boleh menerapkan aturan potong gaji karena sakit sesuai jumlah hari karyawan tidak bekerja?

Pada dasarnya, pemotongan gaji karyawan diperbolehkan menurut aturan hukum ketenagakerjaan kita. Ada dua jenis pemotongan gaji yang dikenal di peraturan perundang-undangan, yaitu pemotongan gaji karena absen (tidak hadir) atau tidak bekerja dan pemotongan gaji untuk hal lain-lain.

Potong gaji absensi

Perusahaan boleh memotong gaji apabila karyawan tidak hadir, tidak masuk bekerja, atau tidak melakukan pekerjaan. Ini dikenal dengan prinsip no work no pay. Dasar hukumnya adalah Pasal 93 ayat (1) UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan:

Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.

Istilah pemotongan gaji di sini merujuk pada tidak dibayarkannya upah selama karyawan tidak bekerja. Jadi, potong gaji tidak bermakna mengurangi gaji, melainkan perusahaan membayarkan upah sesuai hak yang seharusnya diterima karyawan. 

Jenis ketidakhadiran yang boleh dipotong upahnya adalah:

a. cuti di luar tanggungan atau cuti tak berbayar (unpaid leave)
b. bolos kerja, mangkir, atau tidak hadir tanpa keterangan yang bisa diterima

Baca Juga: Aturan Pemotongan Gaji Berdasarkan Absensi

Potong gaji untuk hal lain-lain

Jenis pemotongan gaji ini terdapat dalam Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Pasal 63 menjelaskan bahwa pemotongan gaji dapat dilakukan untuk pembayaran:

a. denda
b. ganti rugi
c. uang muka upah
d. sewa rumah atau sewa barang milik perusahaan 
e. utang atau cicilan utang karyawan
f. kelebihan pembayaran upah

Pemotongan gaji jenis ini benar-benar mengurangi nominal penghasilan karyawan, karena semua jenis pembayaran di atas termasuk komponen pemotong slip gaji.

Baca Juga: Ketentuan Cuti Tidak Berbayar di UU

Potong gaji karena sakit

Salah satu alasan ketidakhadiran karyawan paling umum adalah sakit. Namun, apakah perusahaan boleh memotong gaji karyawan yang tidak hadir atau tidak masuk kerja karena sakit?

Menurut ketentuan UU Ketenagakerjaan, Pasal 93 ayat (2), ada sejumlah izin tidak masuk kerja yang tetap wajib dibayarkan upahnya, yaitu:

a. sakit dan tidak dapat melakukan pekerjaan;

b. sakit pada hari pertama dan kedua masa haid; 

c. menikah, menikahkan anak, mengkhitankan anak, membaptiskan anak, istri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau istri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;

d. sedang menjalankan kewajiban terhadap negara;

e. menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;

f. menjalankan hak istirahat;

g. menjalankan tugas serikat pekerja atas persetujuan pengusaha;

h. melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan;

Jika merujuk ke aturan di atas, terutama poin a, maka karyawan yang tidak bekerja karena sakit tetap berhak atas upah kerja alias tidak boleh dipotong gajinya. 

Karyawan yang sakit dan tidak dapat bekerja tetap memperoleh upah dengan ketentuan upah sakit seperti berikut:

a. 4 bulan pertama dibayar 100% dari upah;

b. 4 bulan kedua dibayar 75% dari upah;

c. 4 bulan ketiga dibayar 50% dari upah;

d. bulan selanjutnya dibayar 25% dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja (PHK) dilakukan oleh pengusaha.

Selain diwajibkan membayar upahnya, perusahaan juga dilarang melakukan PHK terhadap karyawan yang sakit dan tidak dapat melakukan pekerjaan selama tidak melampaui 12 bulan secara terus menerus.

Pengecualian sakit yang boleh dipotong gaji

Sebagai catatan, aturan Pasal 93 ayat (2) huruf a belum final. Pada bagian Penjelasan UU Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa yang dimaksud “sakit” adalah sakit menurut keterangan dokter. Artinya, izin sakit yang sah harus berdasarkan surat dokter.

Jadi, perusahaan boleh membuat peraturan tentang izin sakit karyawan, misalnya karyawan yang izin tidak bekerja karena sakit wajib mencantumkan surat keterangan dokter.

Apabila izin sakit hanya dilakukan lisan atau tertulis tanpa menyertakan surat keterangan dokter, maka tidak dapat diperhitungkan sebagai izin sakit berbayar di Pasal 93 ayat (2) huruf a. 

Selain itu, izin sakit di luar surat dokter termasuk mangkir atau bolos. Misalnya, jika karyawan tidak masuk kerja melebihi jumlah hari yang disarankan istirahat oleh dokter, maka perusahaan boleh potong gaji karena sakit tanpa keterangan untuk kelebihan hari tersebut.

Baca Juga: Contoh Form Cuti Karyawan dan Perhitungannya

Rumus pemotongan gaji karyawan

Cara menghitung pemotongan gaji paling mudah adalah dengan rumus prorata, misalnya menggunakan hari kerja sebulan sebagai dasar perhitungan.

Potongan gaji = hari absen/hari kerja sebulan x gaji sebulan

Sebagai contoh, gaji seorang karyawan Rp5.000.000, hari kerja sebulan 25 hari, dan karyawan tidak masuk kerja 5 hari dengan alasan sakit. Namun, surat keterangan dokter hanya memberi izin istirahat 2 hari.

Dengan demikian, kelebihan 3 hari tidak dihitung sebagai izin sakit, dan perusahaan boleh memotong gajinya. Perhitungannya sebagai berikut:

Potongan gaji 3 hari   = 3/25 x Rp5.000.000 

= Rp600.000.

Contoh surat pemotongan gaji karyawan

Terkait pemotongan gaji, HR/Finance dapat memberikan surat pemberitahuan kepada karyawan bersangkutan. Surat pemberitahuan lazimnya digunakan pada jenis pemotongan gaji untuk hal-hal yang telah disepakati di depan. Misalnya untuk cicilan pinjaman karyawan atau sewa barang milik perusahaan.

Berikut ini contohnya:

Potong Gaji Karena Sakit

Hitung kehadiran dan gaji karyawan lebih efisien dengan aplikasi 

Untuk memantau kehadiran karyawan secara real-time, kamu dapat menggunakan aplikasi absensi online Hadirr. Tidak hanya mencatat presensi karyawan di kantor, Hadirr juga mendukung pelaporan kehadiran di luar kantor, termasuk untuk pekerja lapangan, sales, dan karyawan remote (WFH).

Semua jenis data kehadiran dapat dikelola dengan Hadirr, seperti clock-in dan clock-out reguler harian, kehadiran lembur, maupun kehadiran shift. Data tersebut dapat diimpor ke Gadjian untuk perhitungan gaji, tunjangan, dan uang lembur.

Software payroll cloud sekaligus aplikasi HRIS Gadjian akan menghitung semua komponen gaji karyawan secara otomatis berdasarkan data dan pengaturan di aplikasi. Misalnya, tunjangan kehadiran akan dihitung berdasarkan data kehadiran, begitu pula jika menerapkan potongan gaji berdasarkan absensi.

Kamu dapat memasukkan komponen pemotong upah di slip gaji karyawan melalui pengaturan aplikasi, misalnya uang muka upah (kasbon) yang dipotong sekali lunas atau pinjaman karyawan yang dibayar dengan cicilan jumlah tetap setiap bulan.

Baca Juga: Cara Menghitung Persentase Kehadiran Karyawan dan Contohnya

Pemotongan gaji untuk cuti tak berbayar juga bisa dilakukan di aplikasi. Dengan memasukkan data unpaid leave, maka sistem otomatis akan memotong upah di slip gaji karyawan, seperti contoh di bawah.

slip gaji unpaid leave

Untuk cuti, izin, dan sakit, karyawan dapat mengajukannya secara online melalui portal personalia Gadjian atau lewat aplikasi mobile GadjianKu di Android dan iOS. Untuk pengajuan sakit misalnya, karyawan dapat mengunggah surat keterangan dokter seperti contoh di bawah.

mengajukan izin sakit

Persetujuan cuti, izin, dan sakit oleh atasan atau HR juga dilakukan secara online melalui aplikasi payroll Gadjian. Aplikasi ini dilengkapi fitur multilevel approval untuk memudahkan persetujuan bertingkat oleh beberapa atasan berbeda sekaligus, sehingga lebih cepat dan lebih efisien.

Coba Gadjian Sekarang

Sumber

UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. JDIH Kemnaker.

PP No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. JDIH Kemnaker.

Baca Juga Artikel Lainnya