Subjek dan Objek Pajak Penghasilan PPh 21

Objek Pajak Penghasilan

Dikenal sebagai PPh, pajak penghasilan dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak. Hampir setiap warga negara akan dikenai pajak penghasilan. Di antara berbagai jenisnya, PPh 21 sering digunakan ke perusahaan. Oleh sebab itu, pemahaman mengenai subjek dan objek pajak penghasilan, terutama PPh 21, penting sekali untuk dimiliki.

Sekilas Tentang Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan atau PPh terbilang rumit dan memiliki banyak jenis. Diketahui ada PPh pasal 15, PPh pasal 19, PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, PPh pasal 24, PPh pasal 25, PPh pasal 26, PPh pasal 29, serta PPh final pasal 4 ayat 2.

Selain itu, PPh masih terbagi lagi menjadi dua kategori. Pertama adalah PPh yang dikenakan atas wajib pajak orang pribadi. Sedangkan yang kedua adalah PPh atas wajib pajak badan. 

Baca Juga: 4 Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan Karyawan

Kalau diperinci, PPh yang dikenakan atas wajib pajak orang pribadi juga terbagi menjadi tiga, yakni pegawai, bukan pegawai, serta pengusaha. Sedangkan untuk PPh yang dibebankan atas penghasilan wajib pajak badan atau perusahaan meliputi subjek hingga objek yang dikenakan PPh itu sendiri.

Maka dari itu, agar mudah dalam menghitung PPh 21, pemahaman mengenai subjek pajak penghasilan dan objek pajak penghasilan wajib dimiliki. 

Definisi Objek PPh 21

Objek pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Maka, jika berkenaan dengan PPh 21, objek pajak penghasilan PPh 21 merupakan semua jenis penghasilan yang dikenai PPh pasal 21

Pemerintah menetapkan jenis penghasilan yang dikenai PPh 21 dengan dasar Peraturan Menteri Keuangan No 252/PMK.03/2008 Pasal 5. Bentuknya terdiri diri dari segala jenis penghasilan yang diterima karyawan yang bersifat teratur seperti gaji dan tunjangan tetap.

Selain itu, penghasilan pegawai yang tidak teratur seperti tunjangan kehadiran, tunjangan hari raya (THR) keagamaan, dan bonus juga merupakan objek pajak penghasilan PPh 21. Begitu pula dengan tunjangan pajak karyawan yang diberikan perusahaan.

Jenis Objek PPh 21

1. Penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah:

a. Penghasilan yang diperoleh karyawan tetap baik berupa penghasilan yang teratur maupun tidak teratur.

b. Penghasilan yang diterima oleh penerima pensiun secara teratur. Bentuknya bisa berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.

c. Penghasilan yang berkaitan dengan pemutusan hubungan kerja dan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus. Contohnya berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, serta tunjangan hari tua.

d. Penghasilan karyawan tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang berbentuk upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan.

e. Imbalan kepada bukan karyawan, antara lain seperti honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenis dengan nama dan dalam bentuk apa pun sebagai bayaran sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;

f. Bayaran yang diberikan kepada peserta kegiatan seperti uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, dan imbalan sejenis dengan nama apa pun.

2. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diberikan oleh:

a. Bukan wajib pajak.

b. Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final.

c. Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).

Baca Juga: Besaran Tarif PPh 21 Terbaru Menurut Undang-Undang

Definisi Subjek Pajak Penghasilan 

Subjek pajak merupakan orang pribadi atau badan yang dikenakan pajak sesuai dengan ketetapan yang telah diatur oleh Undang-Undang. Namun, kewajiban setiap subjek pajak dalam membayar dan melaporkan pajak berbeda-beda. Begitu pula dengan hak-hak yang diperolehnya.

Berdasar pemahaman tersebut, secara ringkas, subjek pajak penghasilan adalah orang pribadi, harta warisan yang belum dibagi, badan, dan Badan Usaha Tetap (BUT). Namun, hal tersebut masih dibagi berdasarkan domisili yakni, subjek pajak penghasilan dalam negeri dan luar negeri.

Pemerintah menggunakan dua dasar hukum untuk menetapkan subjek pajak penghasilan. Pertama adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Lalu yang kedua adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.03/2008 tentang Penetapan Organisasi-Organisasi Internasional dan Pejabat-Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional yang Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan.

Adapun kategori subjek yang dikenakan PPh 21 ini seperti pegawai, bukan pegawai, penerima pensiun maupun pesangon, anggota dewan komisaris, mantan pekerja dan peserta kegiatan.

Jenis Subjek Pajak Penghasilan 

Subjek pajak penghasilan terbagi menjadi empat jenis. Namun, setiap jenisnya masih terbagi menjadi dua, yakni dalam negeri dan luar negeri. Berikut ini perinciannya lebih lanjut.

1. Subjek Pajak Penghasilan Orang Pribadi

A. Subjek PPh Dalam Negeri

Subjek pajak penghasilan orang pribadi dalam negeri adalah Warga Negara Indonesia (WNI) atau Warga Negara Asing (WNA) yang bekerja dan memperoleh penghasilan serta berdomisili atau berkediaman tetap di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Selain itu, mereka yang berada di Indonesia dalam satu tahun pajak dan mempunyai niat untuk tinggal di sini juga termasuk di dalamnya.

Akan tetapi, tidak semua WNI atau WNA dengan kategori seperti yang dipaparkan masuk sebagai wajib pajak penghasilan. Mereka tidak perlu membayar pajak penghasilan jika menerima penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang senilai Rp 54 juta/tahun. 

B. Subjek PPh Luar Negeri

Subjek pajak penghasilan orang pribadi luar negeri adalah WNI atau WNA yang tidak berdomisili di Indonesia dan tinggal kurang dari 183 hari di Indonesia dalam jangka waktu 12 bulan. Selama itu, mereka dapat berada di luar negeri atau menjalankan usahanya di Indonesia dengan pergi-pulang. 

Namun, selama mendapatkan penghasilan dari usahanya tersebut, wajib pajak orang pribadi tersebut tetap dikategorikan sebagai subjek pajak penghasilan. Meski begitu, bila menambah masa tinggalnya setelah 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, orang tersebut bisa mengurus penggantian status subjek pajak ke Direktorat Jenderal Pajak dan berhak memperoleh keuntungan seperti hak membayar pajak secara angsuran selama satu tahun pajak.

2. Subjek Pajak Penghasilan Badan

A. Subjek PPh Badan Dalam Negeri

Subjek pajak penghasilan badan mencakup semua perusahaan yang melakukan aktivitas usahanya di Indonesia. Badan tersebut akan langsung menjadi subjek pajak penghasilan dalam negeri sejak didirikan atau mulai berkedudukan dan mendapat penghasilan di Indonesia.

B. Subjek PPh Badan Luar Negeri

Subjek pajak penghasilan badan luar negeri merupakan badan yang tidak berkedudukan atau didirikan di Indonesia tetapi menjalankan aktivitasnya dan memperoleh penghasilan di Indonesia.

Misalnya perusahaan X dari Malaysia dan tidak punya kantor di Indonesia. Namun, perusahaan tersebut memiliki karyawan yang secara berkala datang ke Indonesia untuk berjualan dan mendapatkan penghasilan. Maka, perusahaan X akan tetap menjadi subjek PPh badan luar negeri.

3. Subjek Pajak Penghasilan Warisan

Warisan yang belum dibagi juga bisa dikategorikan sebagai subjek pajak penghasilan. Namun ada syaratnya. Warisan tersebut harus berpotensi menjadi penghasilan. 

Contoh termudah adalah warisan berupa properti yang akhirnya disewakan. Karena memberikan penghasilan, warisan tersebut dihitung sebagai subjek pajak penghasilan. Lalu, berkaitan dengan kewajiban perpajakan, baik kewajiban bayar pajak dan lapor pajak, dari subjek pajak warisan, pelaksanaannya dapat diwakili oleh salah satu ahli waris, pengurus warisan, serta pelaksana wasiat.

4. Subjek Pajak Penghasilan Badan Usaha Tetap

BUT juga menjadi subjek pajak penghasilan. Meski tempat usahanya tidak berkedudukan di Indonesia, selama BUT tersebut melakukan aktivitas ekonomi yang memberikan penghasilan maka akan dijadikan subjek pajak penghasilan. 

Adapun contohnya adalah aset berupa tanah, gedung, mesin, peralatan, gudang dan komputer atau agen elektronik atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan aktivitas usaha melalui internet.

Kalkulator PPh 21 Karyawan di Gadjian

Setelah paham subjek pajak penghasilan dan objek pajak penghasilan PPh 21, Anda bisa melakukan perhitungannya. Hal ini harus dilakukan oleh perusahaan terhadap para karyawannya. Namun, melakukan penghitungan PPh 21 secara manual jelas merepotkan. Banyak komponen yang terkait sehingga rawan human error.

Maka dari itu, Anda harus menggunakan aplikasi HRIS Gadjian. Dengan Gadjian, Anda bisa menghitung semua perhitungan PPh 21 secara otomatis dan akurat. 

Tidak perlu bingung lagi ketika menghitung PPh 21 untuk karyawan tetap, tidak tetap, masuk tengah tahun, dan sebagainya. Karena di Gadjian menyediakan metode perhitungannya yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan Anda seperti Gross, Gross Up, dan Nett.

Baca Juga: Rumus Perhitungan PPh Pasal 26 WNA Beserta Contohnya

Hal serupa juga berlaku untuk PPh 26. Anda bisa dengan mudah melakukan perhitungannya dengan Gadjian seperti halnya penghitungan PPh 21. Perhitungan PPh 26 akan sama gampangnya.

Jadi, segera gunakan Gadjian sekarang juga. Sistemnya telah memperhitungkan subjek pajak penghasilan dan objek pajak penghasilan, khususnya PPh 21 dan PPh 26, sehingga hasilnya dijamin akurat, cepat, dan mengikuti aturan terbaru pemerintah.

Coba Gadjian Sekarang

Sumber

PMK No. 252 Tahun 2008 tentang tentang Petunjuk Pemotongan PPh 21 OP. JDIH Kemenkeu.

PMK No. 215 Tahun 2008 tentang Organisasi Internasional dan Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional yang Tidak Termasuk Subjek PPh.  JDIH Kemenkeu.

UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. JDIH Kemenkeu.

Baca Juga Artikel Lainnya