Startup merupakan perusahaan yang pada saat ini identik dengan produk dan layanan mereka yang berbasis teknologi. Pada saat ini, marak startup yang beralih menggunakan HRIS cloud agar dapat menjalankan bisnis yang mereka jalankan secara efisien terutama untuk menekan operating cost yang mereka keluarkan. Namun kenapa sebuah startup harus menekan operating cost agar dapat berjalan efisien?
Baca Juga: Startup yang Terdampak COVID-19
Pentingnya Menekan Operating Cost Bagi Sebuah Startup
Data terkini di situs Startup Ranking menunjukkan Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah perusahaan rintisan berbasis teknologi (startup) terbanyak di dunia. Per September 2019, jumlah startup di Tanah Air mencapai 2.138, di bawah Amerika Serikat (47.079), India (6.761), Inggris (5.020), dan Kanada (2.547), tetapi jauh melebihi China, Jepang, Korea, dan negara-negara Eropa.
Dari dua-ribuan startup itu, empat di antaranya berlabel unicorn, yakni perusahaan yang telah memiliki valuasi di atas 1 miliar dolar. Mereka adalah Go-Jek (9,5 miliar dolar), Tokopedia (7 miliar dolar), Traveloka (4,1 miliar dolar), dan Bukalapak (1 miliar dolar).
Indonesia juga merajai Asia Tenggara, di atas Singapura yang memiliki 696 startup. Riset Google e-Conomy SEA 2018 memprediksi ekosistem startup di Indonesia akan terus tumbuh dan menjadi yang paling besar di kawasan ini pada tahun 2025 dan menyumbang sekitar 100 miliar dolar AS. Ini artinya ekonomi digital, dari mulai e-commerce hingga fintech, akan tetap menjadi model bisnis masa depan.
Tentu saja, setiap startup mesti berjuang agar bisa melakukan monetisasi, memikat investor untuk memberikan suntikan modal, atau melantai di bursa saham lewat initial public offering (IPO). Sayangnya, tak sedikit yang gagal bertahan dan akhirnya kandas di tengah jalan.
Salah satu formula bagi perusahaan baru menghindari kegagalan adalah menjalankan bisnis secara efisien. Efisiensi bisa dicapai jika perusahaan dapat menekan biaya operasional yang tinggi. Pasalnya, kebanyakan startup di masa-masa awal sulit menutup modal awal, apalagi mendapatkan keuntungan.
Karakter startup tidak sama dengan model bisnis konvensional. Persaingan keras bisnis ini kerap disebut sebagai lomba ‘bakar uang’ di mana perusahaan jorjoran menawarkan promo layanan lewat diskon, lower price, dan cash back demi menggaet banyak pelanggan dan mendominasi market share.
Baca Juga: Pelatihan SDM untuk Startup dan UMKM dengan Biaya Terjangkau
Sasaran awal mereka bukan profit, melainkan valuasi, sehingga rela merugi dan menunda mencari laba. Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menyebut persaingan itu sebagai upaya ‘menambang data’, sebab data konsumen merupakan aset berharga startup yang membuat investor bersedia mengucurkan dana besar-besaran.
Itu sebabnya mengapa, di satu sisi, startup yang masih seumur jagung mesti banyak berhemat dalam mengelola internal perusahaan. Arus kas akan menjadi salah satu pertimbangan private investor untuk menanamkan modal, sebab hal ini terkait dengan seberapa bagus perusahaan ini dijalankan.
Salah satu operating cost yang bisa ditekan adalah biaya pengelolaan administrasi karyawan. Pekerjaan ini bisa menghabiskan biaya puluhan juta per tahun, belum termasuk waktu HR yang banyak terpangkas hanya untuk pekerjaan rutin menghitung penggajian karyawan secara manual.
Karena itu, untuk memotong biaya opersional, sejak dua tahun terakhir banyak startup yang berpindah ke HRIS cloud, yakni software online yang berbasis komputasi awan. Teknologi cloud sendiri merupakan tulang punggung model bisnis startup, karena fleksibilitasnya yang hampir tiada batas.
Cloud ibarat ‘jembatan’ yang memungkinkan konsumen dan perusahaan berinteraksi secara digital, dari mulai menjalankan aplikasi hingga mencatat dan menyimpan data secara otomatis di server penyedia layanan.
HRIS Cloud yang Menjadi Andalan Para HR Perusahaan
Popularitas cloud terus naik dan dipakai sebagai penyimpanan online yang paling reliabel, aman, dan bisa diakses kapan saja. Penggunaan cloud untuk HR software memberikan keuntungan yang tidak didapat oleh sistem manual maupun on-premise software, yakni fleksibilitas, otomatisasi, akurasi, dan efisiensi.
Mau tahu aplikasi payroll dan absensi berbasis cloud terbaik di Indonesia? Tentu saja Gadjian dan Hadirr. Kedua software karya PT Fatiha Sakti ini menjadi andalan para HR, tidak hanya di perusahaan rintisan dan usaha kecil dan menengah (UKM), tetapi juga digunakan oleh perusahaan yang sudah mapan dan memiliki banyak cabang.
Sekali lagi, fleksibilitas menjadi kelebihan cloud. Hadirr merupakan aplikasi absensi online yang memungkinkan karyawan melaporkan kehadiran di smartphone dari banyak lokasi berbeda-beda. Karenanya, sistem absensi dengan cara foto selfie ini sangat mendukung startup yang memiliki karyawan remote dan jam kerja fleksibel.
Startup rata-rata memiliki pekerja milenial tech-savvy, yang gaya hidup kesehariannya tak lepas dari gawai, tool, dan aplikasi. Generasi digital ini menyukai berbagai hal yang praktis dan mudah, termasuk cara absen dan reimbursement bagi pekerja di luar kantor. Karena itu, aplikasi Hadirr menjadi kebutuhan wajib bagi mereka.
Baca Juga: Review Attendance Software Terbaik di Indonesia
Sementara payroll Gadjian membuat perusahaan menghemat biaya kelola administrasi karyawan dalam menghitung gaji, lembur, tunjangan, BPJS, PPh 21, hingga cuti. Software kelola penggajian ini menawarkan otomatisasi dalam pencatatan dan perhitungan dengan proses cepat dan hasil akurat.
Jadi, jika kamu juga sedang menjalankan bisnis startup, daripada kamu menghabiskan banyak waktu setiap bulan untuk pekerjaan administrasi, lebih baik serahkan pada Gadjian. Fokuslah pada pengembangan karyawan agar mereka lebih kreatif dan produktif, sehingga perusahaanmu siap menghadapi kompetisi bisnis yang keras.