Pemindahan karyawan atau mutasi merupakan hal yang biasa dilakukan oleh perusahaan yang memiliki kantor cabang di beberapa daerah. Mutasi merupakan bagian dari kebijakan manajemen personalia untuk mendistribusikan SDM secara tepat dan sesuai kebutuhan perusahaan.
Namun, dari kacamata karyawan, istilah mutasi terlanjur dikonotasikan negatif sebagai “penyingkiran” karyawan, karena anggapan bahwa karir karyawan dimutasi sulit berkembang di daerah. Karena itu, tak sedikit kasus karyawan menolak dimutasi dan memilih mogok kerja.
Lalu, bagaimana ketentuan mutasi karyawan menurut pemerintah? Undang-Undang Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 mengisyaratkan bahwa penempatan kerja merupakan bagian dari kesepakatan awal dua pihak antara pengusaha dan pekerja. Ini dijelaskan dalam Pasal 54, bahwa perjanjian kerja sekurang-kurangnya memuat: Coba Gadjian disini.
a. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
b. Nama, jenis kelamin, dan alamat pekerja/buruh;
c. Jabatan atau jenis pekerjaan;
d. Tempat pekerjaan;
e. Besarnya upah dan cara pembayarannya;
f. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh
g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Selain perjanjian kerja, penempatan karyawan juga bisa diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Misalnya, dalam perjanjian kerja terdapat sebuah klausul yang menyebutkan bahwa karyawan dipekerjakan di Jakarta pada penempatan pertama, dan karyawan menyatakan bersedia jika sewaktu-waktu dipindahkan ke daerah apabila perusahaan membutuhkannya.
Ada kalanya perjanjian kerja tidak memasukkan perihal mutasi kerja, tetapi terdapat di peraturan perusahaan, misalnya terdapat pasal yang menyebutkan bahwa perusahaan berwenang menempatkan dan memindah-tugaskan karyawan ke jabatan baru dan/atau ke tempat baru di lingkungan perusahaan, termasuk penempatan di kantor cabang di daerah.
Baca Juga: Konsultasi HR: Bagaimana Aturan Rotasi Karyawan PKWT?
Biasanya, perusahaan semacam ini sudah memberikan syarat saat rekrutmen, seperti menanyakan kesanggupan calon karyawan saat wawancara kerja. Dengan demikian, ketentuan di perjanjian kerja maupun peraturan perusahaan berlaku mengikat.
Jika karyawan menolak dimutasi, berarti ia melakukan pelanggaran terhadap perjanjian kerja atau peraturan perusahaan. UU Ketenagakerjaan Pasal 161 membolehkan pengusaha untuk memberikan sanksi berupa surat peringatan 1, 2, dan 3, sebelum melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sedangkan Pasal 168 menjelaskan jika karyawan mogok kerja lima hari berturut-turut tanpa keterangan yang jelas, pengusaha dapat melakukan panggilan dua kali sebelum melakukan PHK karena karyawan dianggap mengundurkan diri.
Dalam banyak kasus, mutasi juga dilakukan antar-perusahaan dalam sebuah korporasi atau grup, misalnya dari induk perusahaan (holding company) ke anak perusahaan (subsidiary). Bagaimana ketentuannya?
Tidak ada perbedaan. Perusahaan tetap berpedoman pada perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, yang mengatur perihal pemindahan karyawan antar-perusahaan dalam satu grup.
Jika tidak diatur, maka perusahaan harus membuat perjanjian pengalihan yang disetujui oleh karyawan. Mutasi ke perusahaan lain dapat berakibat pergantian pengusaha yang mempekerjakan, nama dan jenis usaha, alamat usaha, serta jabatan karyawan (jenis pekerjaan) dan tempat pekerjaan, sehingga perjanjian kerja yang lama sudah tidak berlaku lagi.
Dalam Pasal 61 ayat (3) UU Ketenagakerjaan dijelaskan seperti berikut:
Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh.
Menangani administrasi mutasi karyawan merupakan pekerjaan HR. Tidak jarang, karyawan yang dipindah jabatan dan lokasi kerjanya mengalami perubahan hak, misalnya penambahan gaji, tunjangan daerah, dan tunjangan pindah.
Pekerjaan semacam itu dapat kamu selesaikan dengan mudah dan cepat menggunakan payroll software Gadjian. HRIS berbasis cloud ini merupakan HR system yang lengkap untuk menangani pengelolaan administrasi SDM, dari mulai menghitung gaji hingga pajak PPh 21.
Baca Juga: Aturan Pesangon Karyawan Kontrak yang Resign
Gadjian juga memiliki fitur holding yang memungkinkan koneksi antara holding account dengan subsidiary account secara cepat. Admin perusahaan induk memiliki akses langsung ke semua akun anak perusahaan tanpa harus login, tetapi cukup dengan switch account di menu kelola akun dan menu di heading portal user Gadjian. Namun tidak sebaliknya, admin anak perusahaan tidak dapat mengakses akun holding maupun ke sesama akun subsidiary.