Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran merupakan hari libur resmi yang ditetapkan pemerintah selama dua hari setiap tahun, yaitu tanggal 1 dan 2 Syawal dalam kalender Hijriah. Meski sudah menjadi anggapan umum bahwa Lebaran merupakan libur massal, kenyataannya tidak semua perusahaan meliburkan karyawannya pada hari raya.
Baca Artikel Terbaru: Aturan Terbaru Perhitungan Uang Lembur di Hari Libur
Misalnya pusat perbelanjaan, supermarket, atau swalayan tetap buka melayani kebutuhan konsumen. Perusahaan transportasi dalam dan antarkota juga tetap beroperasi seperti hari biasa, atau malah menambah jumlah armada pada saat Lebaran.
Konsekuensinya, karyawan di perusahaan tersebut tetap bekerja seperti biasa. Bagaimana hal ini menurut ketentuan hukum ketenagakerjaan di Indonesia?
Pada dasarnya, karyawan berhak untuk tidak masuk bekerja pada hari raya keagamaan yang ditetapkan sebagai hari libur resmi. Dasar hukumnya adalah Undang-Undang Ketenagakerjaan No 13/2003, Pasal 85:
- Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi.
Meski demikian, ada situasi yang memungkinkan karyawan bekerja saat hari raya keagamaan. Ayat selanjutnya di Pasal 85 menerangkan sebagai berikut:
2. Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada hari-hari libur resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha.
3. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib membayar upah kerja lembur.
4. Ketentuan mengenai jenis dan sifat pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
Baca Juga: Kerja Lembur Saat Hari Raya, Perusahaan Harus Bayar Upah Lembur Sebesar Ini
Dari ketentuan di atas, terdapat tiga syarat karyawan dapat kerja saat libur hari raya Lebaran:
Pekerjaan yang Jenis dan Sifatnya Dijalankan Terus-Menerus
Keputusan Menteri Tenaga Kerja (Kepmenaker) No 233/2003, Pasal 3, menyebutkan kegiatan usaha yang jenis dan sifatnya dilakukan secara terus menerus, meliputi:
- Pekerjaan di bidang pelayanan jasa kesehatan
- Pekerjaan di bidang pelayanan jasa transportasi
- Pekerjaan di bidang jasa perbaikan alat transportasi
- Pekerjaan di bidang usaha pariwisata
- Pekerjaan di bidang jasa pos dan telekomunikasi
- Pekerjaan di bidang penyediaan tenaga listrik, jaringan pelayanan air bersih (PAM), dan penyediaan bahan bakar minyak dan gas bumi
- Pekerjaan di bidang usaha swalayan, pusat perbelanjaan, dan sejenisnya
- Pekerjaan di bidang media massa
- Pekerjaan di bidang pengamanan
- Pekerjaan di lembaga konservasi
- Pekerjaan-pekerjaan yang apabila dihentikan akan mengganggu proses produksi, merusak bahan, dan termasuk pemeliharaan/perbaikan alat produksi.
Jika perusahaan kamu termasuk dalam salah satu bidang usaha di atas, maka kamu memenuhi syarat pertama untuk memperbolehkan karyawan kerja saat hari libur Lebaran.
Ada Kesepakatan Antara Pekerja dan Pengusaha
Umumnya, kesepakatan antara pekerja dan pengusaha dilakukan pada saat rekrutmen karyawan, atau tertuang dalam perjanjian kerja, sehingga timbul kesepahaman akan konsekuensi dan tanggung jawab pekerjaan. Misalnya, jika perjanjian dibuat tertulis, terdapat klausul tentang waktu kerja yang menyatakan karyawan bersedia jika diminta oleh perusahaan untuk bekerja pada hari libur resmi. Biasanya, bagian ini juga menjadi salah satu pertimbangan apakah perusahaan akan mempekerjakan karyawan yang bersangkutan atau tidak.
Membayar Upah Kerja Lembur
Syarat yang ketiga adalah perusahaan mesti menghitung pekerjaan karyawan di hari libur resmi sebagai kerja lembur, sehingga wajib membayar upah lembur. Bagaimana ketentuannya? Upah lembur dihitung menurut rumus yang ditetapkan dalam Kepmenaker No 102/2004.
Perhitungan Lembur saat Istirahat Mingguan atau Hari Libur Resmi | |||
6 hari kerja 40 jam seminggu | 5 hari kerja 40 jam seminggu | ||
7 jam pertama | 2 x upah per jam (tiap jam) | 8 jam pertama | 2 x upah per jam (tiap jam) |
Jam ke-8 | 3 x upah per jam | Jam ke-9 | 3 x upah per jam |
Jam ke-9 | 4 x upah per jam | Jam ke-10 | 4 x upah per jam |
Jam ke-10 | 4 x upah per jam | Jam ke-11 | 4 x upah per jam |
Contohnya, perusahaanmu beroperasi 6 hari dan 40 jam seminggu. Jika karyawanmu masuk kerja selama 8 jam pada libur Lebaran hari pertama, maka ia berhak atas upah lembur sebesar 17 kali upah per jam. Jika bekerja 9 jam, maka memperoleh 21 kali upah per jam. Upah per jam adalah 1/173 upah sebulan.
Baca Juga: Konsultasi HR: Apa Arti 1/173 dalam Menghitung Upah Lembur Karyawan?
Ada cara lebih akurat dan hemat waktu dalam menghitung lembur, yakni menggunakan aplikasi payroll Gadjian. Kamu tak perlu repot menghitung upah per jam, lalu mengalikannya sesuai rumus, karena HR software yang bekerja secara online ini terintegrasi dengan aplikasi absensi Hadirr yang dapat mencatat dan menghitung jam lembur.
Dari data jumlah jam lembur karyawan, kalkulator payroll Gadjian akan melakukan hitung upah lembur secara otomatis. Hasil hitungnya akan tercantum sebagai komponen penambah gaji bulanan karyawan yang bisa dicek di slip gaji online.
Selain efisien, Gadjian juga menghindarkan kamu dari salah hitung gaji dan uang lembur yang dapat berdampak pada kerugian karyawan maupun perusahaan. Mencari software HR online yang keren, mudah dioperasikan, dan praktis untuk bermacam keperluan mengelola administrasi kepegawaian di perusahaan kamu? Gadjian solusinya.
Sumber
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. JDIH Kemnaker.
Kepmen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 233 Tahun 2003 tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan yang Dijalankan Terus Menerus. JDIH Kemnaker.
Kepmen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 102 Tahun 2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur. JDIH Kemnaker.