Jaminan Hari Tua, atau yang biasa disingkat JHT, merupakan salah satu produk dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan atau BPJS Ketenagakerjaan. Produk lainnya adalah Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kematian (JKM). Produk-produk BPJS Ketenagakerjaan itu merupakan transformasi dari program-program JAMSOSTEK yang lebih dulu ada.
Lebih spesifik tentang JHT, penjelasan umum Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2015 menerangkan tentang apa yang dimaksud dengan Jaminan Hari Tua, sebagai berikut:
“JHT merupakan program jangka panjang yang dimasudkan untuk memberikan kepastian tersedianya sejumlah dana bagi tenaga kerja pada saat yang bersangkutan tidak produktif lagi. Namun, dalam kondisi tertentu dana JHT yang sebagian dihimpun dari tenaga kerja sangat diperlukan juga untuk menopang kehidupannya walaupun masih dalam usia produktif.”
Pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 109 Tahun 2013 tentang Tahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial, menyatakan bahwa setiap perusahaan secara bertahap wajib mendaftarkan seluruh karyawannya untuk mengikuti program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, program jaminan pensiun, dan program jaminan kematian yang dimiliki oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Intinya, JHT adalah layanan BPJS Ketenagakerjaan yang menjadi bersifat wajib bagi tenaga kerja di Indonesia, agar para tenaga kerja ini memiliki keamanan finansial pada saat mereka putus hubungan kerja (baik pensiun, maupun resign), meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.
BPJS Ketenagakerjaan di sini menjadi satu-satunya lembaga penyelenggara JHT di Indonesia yang berkewajiban menyelenggarakannya berdasarkan prinsip asuransi sosial sekaligus prinsip tabungan wajib. Prinsip asuransi sosial dilaksanakan dengan pembayaran JHT yang dilakukan iuran antara pekerja dan perusahaan. Sedangkan prinsip tabungan wajib, para peserta JHT dapat merasakan manfaat yang berasal dari akumulasi iuran JHT dan hasil pengembangannya, di masa mendatang terutama saat sudah tidak produktif lagi.
Para pekerja penerima upah dan non-penerima upah didorong untuk menjadi peserta JHT ini. Para pekerja non-penerima upah yang dimaksud antara lain pemberi kerja dan para pekerja mandiri. Wiraswasta serta freelancer termasuk dalam kategori tersebut. Khusus bagi golongan ini, ada peraturan khusus mengenai pendaftaran dan kepesertaan program Jaminan Hari Tua (JHT), dan BPJS Ketenagakerjaan secara umum. Sedangkan penerima upah yang dimaksud adalah para karyawan perusahaan, dan orang asing yang bekerja di Indonesia lebih dari 6 bulan. Jadi, sebaiknya departemen HR perusahaan mendata para karyawan untuk segera didaftarkan mengikuti program JHT.
Baca Juga: 4 Hak Karyawan Peserta BPJS Ketenagakerjaan
Proses pendaftaran karyawan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan tidak dapat dilakukan sendiri oleh karyawan, melainkan harus melalui perwakilan perusahaan. Dalam hal ini, Departemen HR-lah yang sering mengurus administrasi pendaftarannya. Patut diketahui oleh para HR, bahwa cara mendaftarkan Jaminan Hari Tua (JHT) dapat dilakukan melalui situs resmi BPJS Ketenagakerjaan. HR hanya perlu memasukkan email resmi sebagai wakil perusahaan, kemudian menunggu balasan dari BPJS Ketenagakerjaan. Selanjutnya, Anda tinggal membawa dokumen yang diminta langsung ke kantor BPJS Ketenagakerjaan terdekat. Dokumen-dokumen tersebut antara lain:
- NPWP Perusahaan
- Akta Perusahaan
- KTP karyawan
- KK masing-masing karyawan
- Pas foto warna karyawan, dan lain-lain.
Selain persoalan pendaftaran, departemen HR perlu mengetahui bahwa iuran Jaminan Hari Tua (JHT) karyawan telah ditetapkan, yaitu sebesar 5,7% dari upah (upah pokok + tunjangan tetap) dan wajib ditanggung oleh dua pihak, yaitu karyawan dan perusahaan.
Karyawan wajib menanggung iuran 2% dari upahnya, dan selebihnya (3,7%) ditanggung perusahaan. Iuran ini wajib dibayarkan setiap bulan, dan paling lambat dibayarkan pada tanggal 15 bulan berikutnya. Jika tidak, maka akan dikenakan denda sebesar 2% per bulan dari iuran yang harus dibayar itu.
Bagi karyawan yang menjadi peserta, selain manfaat langsung dari program JHT yaitu untuk mempersiapkan hari tua, ada juga keuntungan-keuntungan program Jaminan Hari Tua yang lain yang dapat dinikmati. Setelah 10 tahun, uang hasil tabungan peserta JHT boleh dimanfaatkan untuk persiapan pensiun, maksimal 10%. Jadi, apabila karyawan menghendaki program Dana Pensiun, 10% saldo JHT dapat dialokasikan untuk itu. Selain persiapan pensiun, tabungan JHT juga bisa dicairkan maksimal 30% untuk uang perumahan.
Sekilas tampaknya rumit. Terlebih, ini baru perhitungan JHT dan belum perhitungan BPJS Ketenagakerjaan yang lain-lain. Namun, departemen HR yang serius menunaikan hak-hak karyawan dan mengutamakan efisiensi perusahaan dapat menuntaskannya dengan HR Software yang berkualitas. Dengan men-download payroll software yang punya fitur-fitur administrasi HR yang lengkap, kerumitan perhitungan BPJS Ketenagakerjaan dan laporan slip gaji dapat teratasi dengan sangat baik.
Baca Juga: 4 Laporan HR yang Wajib Dibuat Setiap Bulan
Lantas bagaimana jika perusahaan menolak mengikutsertakan karyawan dalam program Jaminan Hari Tua? BPJS Ketenagakerjaan dapat memberikan sanksi administratif kepada perusahaan, baik berupa teguran tertulis, maupun denda. Selain itu, BPJS Ketenagakerjaan pun bisa meminta pemerintah daerah untuk ikut tidak memberikan layanan publik tertentu kepada perusahaan yang menolak mendaftarkan karyawannya pada program-program BPJS Ketenagakerjaan, seperti tidak mendapatkan perizinan usaha, izin mengikuti tender proyek, izin untuk mempekerjakan karyawan asing, dan lain-lain yang tentu saja mengganggu pengembangan bisnis perusahaan.